21.37 #Curhatan
Terima kasih buat pendukung paslon #dua yang membuat Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Rizieq Shihab tersenyum manis hari ini.
--
Gw menjadi salah satu orang yang merasakan manisnya kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama dan Djarot Syarifudin. Mulai dari surutnya banjir yang hanya tiga jam didaerah rumah gw, hingga pemangkasan birokrasi dikecamatan dan kelurahan saat ngurus pengurangan pajak untuk veteran kakek gw.
Pukulan telak waktu tau suara dari paslon #satu yang ngga masuk ke suara nomer #dua. Padahal PPP dan PKB sudah nyatakan dukung Badja. Ambil contoh dari hasil hitung cepat SMRC, Ahok - Djarot hanya memperoleh 41,90% suara dan Anies - Sandi 58,10%, Selisih suara 16,20%.
Melirik putaran pertama, hasil perhitungan KPU paslon #dua unggul 42,99%, #tiga 39,95%, dan #satu mendapat 17,07%. Kalaupun jumlah pemilih pada putaran kedua masih sama seperti pertama *karena gw belum tau datanya. Artinya timses Badja gagal menarik suara dari Agus - Mpok Sylvi.
Waktu nonton Mata Najwa Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari bilang Anomali terjadi pada pilkada DKI. Dimana incumbent dengan tingkat kepuasan lebih dari 70% dipastikan menang. "Tapi elemen emosi masuk ke pemilih," katanya. yang membuat voters diberikan pilihan sulit setelah adanya kasus Al Maidah 51. Dari hasil surveinya 60% responden Muslim Jakarta yang tersinggung itu akhirnya masuk pada suara paslon #tiga.
Yap, isu SARA memang lebih banyak digunakan untuk menggembosi incumbent. Terlebih ulah timses atau orang kuat dibelakangnya. yang nantinya akan menjadi antitesis Menangnya korban bully SARA pada pemilihan. Masyarakat awam juga bisa menilai hanya isu SARA yang bisa menjatuhkan paslon #dua. Harus diakui empat kali tampil debat KPU Ahok - Djarot tampil meyakinkan dibandingkan calon lainya. Cuma, dosa besar yang cukup sensitif itu..
Sehingga menurut gw pribadi, pada pilkada putaran kedua ini lebih banyak pemilih yang tidak lagi menggunakan akal sehat dalam pilihan. Lihat saja, dari data tingkat kepuasan masyarakat pemerintahan Ahok - Djarot diatas 70%, tidak sebanding dengan perolehan suaranya. kembali lagi kata Muhammad Qodari 60% responden Muslim Jakarta tersinggung dengan kasus di Pulau Seribu itu.
Menelisik waktu pilkada 2012 isu SARA juga dimainkan untuk menarik simpati dari publik. Ingat Nachrowi Ramli yang bilang 'Haiyaa Ahok' pada debat pilkada. Atau pesan broadcast soal pemimpin Kristen, Cina dan Lainya. Hanya saja, banyak media yang memberitakan 'pemilih Jakarta yang semakin cerdas' sehingga pasangan seragam kotak-kotak bisa memimpin Jakarta. Hal itu juga ditunjukan dari hasil Exit Poll Lembaga Survei Indonesia (LSI) 11 Juli 2012 pada Pilkada periode pertama dimana suara dari umat Muslim ke Jokowi - Ahok sebesar 39%. Tidak jauh berbeda dari perolehan Foke - Nara 35,3%.
Walaupun penulis tidak memungkiri faktor entitas agama juga sangat menentukan pilihan seseorang di Pemilu. Lihat saja data pemilih Kristen yang masuk pada suara Jokowi - Ahok. Hanya saja menurut gw, dengan masyarakat Indonesia mayoritas Muslim sekiranya sudah lebih plural setelah pilkada 2012, ternyata. Atau dalam hal ini, sudah bisa lebih rasional memilih dengan memberatkan pertimbangan persamaan rasa pada hasil kerja. *** dalam hati gak lihat Jakarta sekarang?
Menurut Franz Magnis Suseno dalam buku Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme mengatakan Pluralisme bukan Relativisme. Karena pluralisme adalah hakiki bagi Indonesia. Apabila pluralisme dikutuk perlu dikatakan dengan jelas apa yang dikutuk, dan apa yang tidak.
Makanya istilah pluralisme kadang dibajak sebagai nama untuk pandangan bahwa semua agama sama saja. Itu adalah relativisme. Apabila semua agama dianggap benar dimana letak perbedaan dan pluralitas?. posisi penulis juga tidak menyamaratakan semua agama.
Relativisme justru tidak pluralistik apalagi toleran, karena menuntut agar agama melepaskan keyakinan bahwa mereka memang benar. Sebaliknya seorang pluralis justru menerima kita mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang berbeda. Mereka masing-masing yakin akan kebenaran mereka, tetapi perbedaan itu tidak memisahkan mereka, karena yakin meskipun iman berbeda kita bisa bersatu dengan nilai yang dimiliki bersama. Seperti hormat akan keutuhan manusia, penolakan terhadap pemakaian kekerasan atas nama agama, keadilan, kebebasan beragama, berpendapat.
Dalam hal ini penulis masih belum melihat niatan Ahok menista agama. Begitu juga memperhatikan persidangan juga seperti aneh-anehnya keterangan dari beberapa saksi. Sehingga pada pembacaan hasil sidang tuntutan besok masih ada kemungkinan tuntutan bersifat rendah atau bahkan bebas.
#terimakasihpakAhok-Djarot